Nasional

Penundaan Pemilu 2024 Bisa Berujung Presiden Dipilih MPR

JAKARTA -- Sudah tiga ketua umum partai politik (parpol) yang mendukung penundaan Pemilu 2024, yang otomatis memperpanjang masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dosen Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam menyebut menganggap, secara kalkulasi politik praktis, sikap Ketum PKB, Golkar, dan PAN sebenarnya merepresentasikan rendahnya kepercayaan diri mesin politik mereka dalam menghadapi pemilu mendatang.

"Rendahnya elektabilitas membuat mereka tidak yakin mampu berkompetisi dengan nama-nama tokoh berelektabilitas papan atas yang selama ini bertengger di mainstream survei. Jika mereka salah mengambil sikap dan skema koalisi, posisi ketiga pimpinan Parpol itu rentan tergilas oleh dinamika kekuasaan," ucap Umam di Jakarta, Jumat (25/2/2022).

Jika mereka salah posisi, sambung dia, mesin regenerasi kepemimpinan partai siap menyambut mereka di internal partainya masing-masing. Umam menyebut, pergantian Airlangga Hartarto di Golkar sudah dinantikan kelompoknya Bambang Susetyo. Kepemimpinan Cak Imin sudah dibayang-bayangi oleh konsolidasi kekuatan Gus Durian yang dimotori Yenny Wahid dan sejumlah mantan sekjen PKB yang tersingkir.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sedangkan kepemimpinan Zulkifli Hasan di PAN masih berharap mendapatkan menteri, untuk rekonsolidasi kekuatan menghadapi dampak perpecahan internal partainya. "Jadi, skema buying time strategy menjadi pilihan rasional bagi mereka. Sementara partai-partai yang merasa sudah siap bertarung pada 2024, seperti Gerindra, Demokrat, Nasdem, PKS lebih tegas menolaknya," ucap Umam.

Di sisi lain, kata dia, wacana penundaan Pemilu 2024 mengandung ancaman yang bersifat strategis. Aturan konstitusi dan kebijakan publik semakin rentan dibajak oleh koalisi kepentingan elite. Umam menyebut, hanya dengan peraturan perundang-undangan (perppu) yang dikeluarkan Presiden Jokowi, aturan jadwal kepemiluan bisa berubah.

Di sisi lain, agenda penundaan Pemilu ke tahun 2026 atau 2027 besar kemungkinan terkait langsung dengan skema pembangunan ibu kota negara (IKN). Kalau pemilu mendatang dilaksanakan saat bangunan dasar IKN sudah selesai, menurut Umam, akan ada kejutan baru berupa skema pemilihan presiden secara tidak langsung oleh MPR.

"Jika aturan yang semula sempat ditumpangkan ke dalam skema amandemen konstitusi dan pengembalian skema GBHN itu berhasil dilakukan, maka nama-nama elite partai politik yang tidak memiliki elektabilitas kuat, bisa dengan mudah membajak struktur kekuasaan negara tanpa harus pusing memenangkan kontestasi demokrasi dan memenangkan hati dan suara rakyat Indonesia," kata Umam.

Apabila aturan semacam itu nantinya diproyeksikan untuk diketok di IKN yang lokasinya terisolasi di Provinsi Kalimantan Timur, dia menambahkan, hampir bisa dipastikan pengambilan keputusan politik strategis itu tidak akan terkoreksi dan tak terjangkau oleh kritisisme publik. Pasalnya, siapa yang bisa berdemo di IKN? Di sisi lain, kata Umam, kritisisme publik juga semakin mudah ditekan dan dinetralisasi.

Indikatornya sederhana, harga BBM naik, harga minyak goreng naik, harga kedelai naik, gejolak di masyarakat terasa tenang-tenang saja. Artinya, menurut Umam, ada pilar demokrasi yang cacat dan timpang di sana. Jika kondisi itu berlanjut, pengambilan keputusan strategis negara akan semakin sering diseret dan tersandera ke dalam ruang gelap kekuasaan.

"Jika UU KPK, UU Minerba, UU Cipta Kerja bisa diselundupkan lewat proses politik yang tidak transparan, maka suatu saat, aturan pemilihan presiden secara tidak langsung juga berpeluang besar akan dilakukan," kata direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (IndoStrategic) tersebut.

Dia menyinggung, sejauh ini, sikap politik PDIP yang menolak wacana pengunduran Pemilu 2024 patut diapresiasi. Penegakan konstitusi membutuhkan kedisiplinan dan ketertiban untuk menjalankannya. Namun demikian, Umam melanjutkan, masyarakat sipil tetap harus waspada, apakah sikap politik PDIP itu representasi kejujuran ataukah bermain watak?

"Benarkah statemen Sekjen PDIP Hasto yang menolak wacana penundaan Pemilu kemarin itu ekspresi komitmen pada demokrasi, ataukah hanya 'bermain cantik' agar PDIP tidak dipandang sebagai sponsor utama dari agenda politik yang melemahkan pilar-pilar demokrasi tersebut?" kata Umam.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Eagle flies alone...