Sejarawan Bantah Mahfud MD Dilibatkan dan Diundang Ikut Bahas Naskah Akademik

Nasional  
Sejarawan Batara Hutagalung.
Sejarawan Batara Hutagalung.

JAKARTA -- Naskah akademik sebagai landasan terbentuknya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara mendapat kritikan. Hal itu lantaran Sukarno-Hatta disebut sebagai penggerak Serangan Umum 1 Maret 1949.

Sejarawan Batara Richard Hutagalung menyebut, Agresi Militer 2 yang dilakukan Belanda di Yogyakarta pada 19 Desember 1948 membuat Sukarno-Hatta dan pemimpin Republik Indonesia menjadi tawanan. Setelah itu, mereka diasingkan ke luar Pulau Jawa, sehingga tidak terlibat lagi dalam urusan di Yogyakarta. Pada era itu, kepemimpinan dikendalikan oleh Syafruddin Prawiranegara melalui Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

"Sukarno-Hatta itu baru diterbangkan tanggal 22 Desember ke Pulau Bangka, tapi yang turun di Bangka hanya Wakil Presiden M Hatta dan beberapa orang. Kemudian Sukarno-Agus Salim, dan Sjahrir, itu terus diterbangkan ke Sumatra Utara, ke Brastagi, setelah itu dipindahkan ke Parapat di Sumut juga. Baru atas tekanan PBB mulai bulan awal Februari 1949 baru dipindahkan ke Bangka. Sekarang logika saja, Mas Hersu, bagaimana bisa dalam situasi waktu itu bisa berhubungan dengan Presiden Sukarno?" kata Batara di akun channel Youtube Hersubeno Point dikutip di Jakarta, Senin (7/3/2022).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Melihat tidak adanya peran Sukarno-Hatta, Batara pun mempertanyakan proses penyusunan naskah akademik. "Jadi kalau sekarang menurut saya pribadi, tim perumus (naskah akademik) menjerumuskan Presiden Jokowi. Jadi bukannya untuk mengangkat satu peristiwa yang bersejarah, tetapi saya katakan tegas-tegas ini memalsukan sejarah jadi sangat kasihan," kata putra Letkol dr Wiliater Hutagalung yang ikut Serangan Umum 1 Maret 1949 tersebut.

Batara pun meluruskan pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang sempat menyatakan ia termasuk sejarawan yang diminta konsultasi terkait penyusunan naskah akademik. Dia menegaskan, tidak ikut sama sekali penyusunan naskah akademik sebagai rujukan Keppres Nomor 2 Tahun 2022.

"Jadi begini tanggal 27 Januari lalu, di satu acara kebetulan saya bertemu dengan Prof Mahfud, beliau menanyakan apakah saya punya tulisan tentang Serangan Umum 1 Maret 1949, saya bilang bukan tulisan, sudah menerbitkan dua buku. Saya sampaikan ke Prof Mahfud saya ada bukunya nanti saya kirim bukunya, kebetulan saya waktu itu pas membawa satu eksemplar buku biografi ayah saya Hutagalung, saya langsung berikan kepada beliau," kata Batara.

Menurut dia, buku yang diserahkan kepada Mahfud berjudul Autobiografi Letkol TNI (Purn) dr Wiliater Hutagalung Putra Tapanuli Berjuang di Pulau Jawa. Batara menuturkan, dalam buku itu ada dialog antara Wiliater dan Letkol Soeharto. Setelah itu, Batara masih mengirim satu buku lagi ke Mahfud berjudul Serangan Umum 1 Maret 1949.

Kemudian, ia tidak mendapatkan berita lagi dari Mahfud terkait pembahasan masalah naskah akademik. "Nah jadi kalau beliau mengatakan bahwa saya diundang kemudian disuruh bicara, saya menduga begini, karena ini kan dibahas kalau saya tidak salah tangkap di Kementerian Dalam Negeri. Jadi disampaikan harus hati-hati dalam menyusunnya," kata Batara.

"Jadi ada kemungkinan Prof Mahfud sudah memberikan buku-buku saya dan nomor telepon saya kepada tim untuk disampaikan diundanglah ke sini orangnya. Tapi kan saya tidak diundang. Jadi Prof Mahfud mungkin tidak tahu kalau saya tidak diundang, ini kan menjebak juga. Undang orangnya, saya tidak diundang, saya keluarkan pernyataan karena tidak diundang," ucap Batara melanjutkan.

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image